Posts

Ah Kamu (2)

Wajahmu kupandang lekat Bayangmu dalam imajiku begitu pekat Tolong jangan buatku nekat Aku paham kamu hebat Aku terlalu sibuk menunggu Padahal hidup bukan sekedar lagu Tak sangka dihampiri ragu Karena hanya mampu bertopang dagu Kamu datang tanpa disuruh Ketika aku mulai berpeluh Sepertinya harapan itu telah luruh Kukira kamu yang inginkan jauh Kurasa sudah terlambat Hati ini memang pernah tertambat Ketakutan itu cukup menghambat Membuat rasa enggan merambat Ah kamu tidak peka Cintaku bukan jenaka Tak perlu coba membuka Jika hanya torehkan luka Ya, aku merasa payah Rasa ini tak salah Harusnya tak mengharap upah Agar tak dirundung gelisah Aku coba buatnya tiada Meski terasa sesak dalam dada Katanya harapan itu masih ada Selama belum terbaring di keranda Biar saja di sini sendiri Aku tak mampu terus lari Kubariskan seluruh jari Supaya indah suatu hari

Jangan Tanya Aku

Jangan tanyakan padaku berapa kali aku merasa kecewa pada sikap atau ucapanmu. Kamu terlalu teguh memelihara 'ketidakacuhan' mu itu. Tak bisakah kamu bagi rasa pedulimu itu padaku? Sedikit saja. Hmm bertanya dan meminta itu beda kan ? Lisan yang kamu luncurkan memang sederhana. Katanya ucapan yang keluar itu ibarat anak panah yang meluncur. Nah tak jarang sesederhana itu pula ucapanmu menancap tepat di hatiku.  Ya mungkin ini salahku karena tak bisa mencari celahmu. Aku terhipnotis pesonamu. Ketika ekspektasi begitu jauh dengan realita, maka lahirlah kecewa. Jangan tanyakan padaku berapa kali senyum kamu mampu membuat hati ini luluh kembali. Ah senyummu seperti berlomba dengan narkoba. Pandai sekali mencari celah dalam aliran darahku untuk membuatku ketagihan. Sejauh ini aku hanya mampu menikmatinya saja. Entah akan bagaimana efek jangka panjangnya. Jangan tanyakan padaku bagaimana diri ini jatuh bangun mencintamu. Rasanya sudah tak terhitung berapa kali aku ingin meng

Ah Kamu...

Dulu ketika jam telah menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan kita masih melakukan percakapan melalui pesan singkat, kamu pernah memintaku untuk membangunkanmu jam 5 subuh. Harus ku akui bahwa tidur merupakan salah satu dari kegemaranku. Tapi aku begitu bersemangat ketika mendapat permintaan darimu itu. Meskipun untuk mengabulkannya aku harus menjaga mataku supaya tak lekas terlelap. Aku rela menyita waktu tidurku hanya supaya bisa mengabulkan permintaanmu yang begitu sederhana. Aku rela memaksa mataku agar tetap terjaga. Aku rela. Rela.  Tapi kamu takkan pernah tahu kan? Kamu takkan pernah tahu bagaimana aku menanggapi permintaanmu yang sederhana itu. Kamu takkan pernah tahu betapa diri ini menganggap hal sederhana tentangmu itu begitu istimewa. Kamu takkan pernah tahu selama tiga jam aku hanya memandangi jam di kamarku. Yang kamu tahu hanyalah deringan telepon genggammu tepat jam 5 subuh. Aku tak ingin telat satu menit pun. Ah tapi itu dulu. Rasanya waktu begitu cepat mengubah

C-I-N-T-A ?

Cinta, gabungan lima huruf yang membentuk sebuah kata. Sebuah kata yang mampu mengubah segalanya. Cinta bagai angin yang hanya mampu dirasa kehadirannya. Cinta itu tak masuk akal ! Buat apa mencinta sesuatu yang tak bisa membalasnya? Buat apa mencinta sesuatu yang pada akhirnya hanya menciptakan kecewa? Tapi memang seperti itulah cinta. Seperti kedua orangtua yang tetap mencinta anaknya meski mereka sadar tak akan mendapat balasan setimpal. Cinta tak mengharap imbalan. Cinta itu tulus. Tapi memang seperti itulah cinta. Seperti cinta-Nya kepada segala yang diciptakan meski Dia tahu akan dikecewakan. Cinta tak mengharap kesempurnaan. Cinta itu memaafkan. Ya, cinta memang tak masuk akal. Terkadang akal tak mampu menjadi media untuk semua hal. Mungkin itulah mengapa tuhan menyisipkan perasaan. Supaya mampu merasa. Rasa yang belum mampu seutuhnya diterima akal.

Mengenal Kampung Lio

Image
  Kamis (21/3/2013), saya dan beberapa teman lain pergi menuju Kampung Lio. Tujuan awal kami mengunjungi Kampung Lio sederhana, memenuhi tugas praktikum Geografi Manusia 2. Kami memilih menggunakan sepeda motor melalui jalan lokal yang lebih berkelok dibanding jalan raya tapi tidak terlalu banyak kendaraan. Setelah menelan waktu sekitar dua puluh menit, kami sampai di lokasi destinasi, Kampung Lio. Waktu yang dilalui terbilang singkat selain karena jarak Kampung Lio dari kampus yang tidak terlalu jauh, lokasi Kampung Lio mudah ditemukan karena sebelum memasuki daerah tersebut ada gapura yang terbangun sehingga memberi kemudahan pada kami. Gapura Kampung Lio Ternyata nama tidak selalu menggambarkan kondisi. Meski disebut kampung, tapi Kampung Lio tidak seperti kampung sungguhan seperti yang ada dalam bayangan saya.