Posts

Untuk Kamu yang Begitu Teduh

Beberapa hari belakangan ini, rasanya matahari sedang bersemangat sekali bersinar. Tanaman yang diatur sedemikian rupa di taman kota belum cukup membuat cuaca lebih sejuk. Namun aku tetap harus berjalan. Menyusuri tiap sudut kota. Menikmati segala yang telah diberikan. Perjalanan kali ini cukup menarik. Aku menemukan sebuah rumah yang terlihat agak kumuh, tapi begitu sejuk. Begitu teduh. Panasnya matahari membuatku ingin sekali masuk ke sana untuk numpang berlindung. Aku berdiri di depan rumah itu. Tidak ada pagar, tapi pekarangannya cukup luas. Tentu saja aku ingin mencari letak pintunya. Agar dapat kuketuk, kuberi salam sang empunya rumah, dan kutanya apakah aku boleh masuk ke dalam. Aku masih berdiri di depan rumahnya, cukup lama. Mencoba berpikir sekaligus mengobservasi. Entah mengapa dorongan dalam diriku begitu kuat. Akhirnya aku menemukan pintunya. Kuketuk perlahan, belum ada jawaban. Kuketuk agak kencang sambil mengucap salam, belum ada jawaban. Namun kali ini aku mendenga

Akibat Main ke Surya Kencana

Kali ini bukan perjalanan open trip, secara formal. Perjalanan ini juga bukan kali pertama aku main ke Surya Kencana. Namun, perjalanan kali ini tetap membawaku pada kisah lain, yang menyenangkan. Setiap perjalanan memang dapat dipastikan selalu menuai kisahnya sendiri. Berhubung aku gak terlalu pandai menginventariskan informasi mengenai kondisi jalur, waktu yang dibutuhkan, dan sebagainya (tersenyum saja aku lelah), aku mau berbagi tentang apa yang aku "dapatkan" dari perjalanan main ke Surya Kencana tempo hari. The only one who can help you is just yourself Mendapatkan teman baru memang menyenangkan. Namun, jika bertambahnya teman justru malah membuatmu lupa pada diri sendiri, rasanya melelahkan. Main ke gunung selalu memberi kejutan menyenangkan bagiku. Tuhan terlalu baik. Aku diberi teman baru di sini, tapi  aku juga diberi kesempatan untuk lebih mengenal lagi diriku. Bahkan bepergian dengan orang yang sama, akan menghasilkan kisah yang beda. Ya, aku tahu manusi

Taman Bermain

"Apa sih yang kamu cari?" Pernahkah terlintas pertanyaan semacam itu? Walaupun cuma sekelebat. Aku pernah. Kemudian aku berimaji perihal perjalanan menuju taman bermain. Aku, kamu, kalian, kita semua, seperti sedang diajak berlibur di sebuah taman bermain. Kita diberi kebebasan untuk melakukan apa pun di taman ini. Taman ini dikelilingi pagar dan beberapa papan peringatan. Di luar taman ada berbagai jenis medan, mulai dari jurang, daerah hewan liar, dan sebagainya. Sedangkan di taman ini banyak sekali wahana yang bisa digunakan untuk menyenangkan hati. Kami diberi waktu untuk menikmati momen di taman bermain ini. Nanti, semua akan dikumpulkan pada tempat yang telah ditentukan. Karena bermain di taman ini hanya liburan, kami harus kembali pulang. Aku melihat-lihat sekeliling. Ada yang menggelar tikar dan membuka perbekalan, kemudian menyantap sambil bergurau mesra. Ada pula yang berebut untuk dapat duduk dan main ayunan. Agak di pojok bahkan kulihat ada yang mendorong

Live Your Life As If You Were To Die Tomorrow?

Ever heard about phase " Live your life as if you were to die tomorrow " ? I did. At first, I was like. Oh yeah I gotta do the best of the best of the best that I can do for today cause it's my last day in this beautiful world. I gotta learn as much as I can. Cause this life is a lesson after all. But then... when I think about it, what is the best of the best of the best thing that I can do so that I have no regret for my life? Help people as much as possible? Eat the best food in the world? Work as long as I can? Or pray as muuuuch as it can be? And hope god will grant those prays. At least there's still hope in the last minute. Ehee. Me personally, maybe will think that I'd spent all of money that I have for entertaining me. Life must be happy right? Ehee. Or maybe I'll just lay down on bed all day, with make up on. As if I'm the sleeping beauty princess. Ehee. Why don't we change a bit the sentence? Maybe like " Live your life as if

Ilusi Cinta

Akhir pekan belakang ini merupakan waktu-waktu yang digunakan untuk mengunjungi resepsi pernikahan kawan. Sabtu nanti telah datang undangan pernikahan dari kawan kala sekolah menengah pertama dahulu. Undangannya bagus, dengan paduan warna biru tua dan silver. Mirip dengan undangan impianku yang pernah kuceritakan pada mempelai wanitanya. Di bagian depan tertulis Sarah dan Adam. Aku mengenal keduanya. Sarah adalah sahabatku. Setidaknya aku pernah menganggapnya demikian. Meski hampir sewindu belakangan ini kami tak lagi intens berkomunikasi karena dulu aku harus pindah ke Malang. Ayahku dipindahtugaskan ke Malang sehingga aku dan kedua orang tuaku harus tinggal di Malang. Aku bahkan tak sempat ikut acara perpisahan SMP. Sarah sempat sedih. Aku pun sedih. Awalnya kami masih berkirim pesan. Berbagi cerita tentang apa saja yang terjadi dengan hidupnya di Jakarta dan hidupku di Malang. Hingga akhirnya Sarah bercerita bahwa ia dan Adam tengah berpacaran. Saat itu kami baru menjadi siswa pu

Kedatangan Tamu

Berkat masukan salah seorang kawan, aku berpikir ulang. Kemudian berniat untuk mengaplikasikan segala teori yang sempat didiskusikan. Menarik. Atas dukungan semesta, kesempatan yang ada segera kumanfaatkan. Aku tidak mengunci pintu. Meski kuncinya masih tergantung di sana. Siapa pun yang penasaran dapat langsung masuk dengan mudah. Jika saja ia punya keberanian sebanyak itu. Ada yang cukup berani. Kupersilakan. Aku sudah berjanji hendak mencoba. Supaya mengerti. Sepertinya pengalaman sendiri akan lebih efektif untuk mengajarkan. Meski pengalaman orang lain juga dapat dijadikan rujukan. Kepada tamu, sudah sepatutnya aku bersikap baik. Ramah. Memberinya minum, bahkan makan. Namun, ia malah ingin tidur di kamarku. Badannya pegal katanya. Ia hanya ingin rebah sejenak. Sejenak. Kemudian ia pergi. Kesal karena aku tak membersihkan kakinya saat ia tidur. Kamarku berantakan. Ia tidur sambil berjalan. Lalu bangun sambil marah. Ia bahkan tak pernah bertanya mengapa aku membukakan pin

Ternyata Bukan Mimpi

Bukan suatu hal yang aneh ketika setiap perjalanan menyisakan sepenggal kisah. Memang pada hakikatnya, pelaku perjalanan akan mencari kisah, meski akhirnya hanya untuk dikenang. Dalam setiap duduk, berdiri, bahkan berjalanku kini tak lagi kosong. Ada beberapa penggalan kisah yang tersisa dalam memoriku. Masih ingin tinggal, masih ingin dikenang. Mungkin karena cukup bermakna. Kadang membuatku tersenyum. Kemudian membuatku terdiam dan berpikir ulang.  Beberapa mata ternyata punya metode sendiri untuk melihat suatu objek. Maksudku, objek yang sama belum tentu akan terlihat sama. Bagiku apel merah begitu mewah untuk dinikmati sebagai makan malam. Bagi putri salju setelah bangun tidur, apel merah terlalu bahaya untuk dikonsumsi. Meski tidak ada yang tahu apel itu mengandung racun atau mengandung zat baik. Beberapa kejadian menarik dan menyenangkan ternyata tak selalu baik untuk konsumsi jiwa. Boleh jadi ada yang tidak sesuai dengan nilai yang telah dipegang sejak lama. Kemudian ak