Untuk Kamu
Untuk kamu
yang baik hatinya, terima
kasih telah menunjukkan padaku bagaimana seharusnya menjadi manusia berbudi
pekerti. Kamu mengajarkanku untuk saling berbagi. Pengemis-pengemis itu selalu
kamu beri sebagian hartamu saat bertemu di pinggir jalan. Sementara aku masih
terlalu selektif memilih pengemis mana yang layak ku beri. Aku terlalu berburuk
sangka.
Untuk kamu yang sangat menjaga
lisan, terima kasih telah mengajarkanku bagaimana seharusnya memelihara mulut
ini. Kamu memegang teguh prinsip Nabi Muhammad SAW, “diam adalah emas”.
Sementara aku masih sesuka hati berbicara, bahkan terkadang belum tersaring di
otak tapi sudah terucap. Hingga lisan ini akhirnya menyakiti hati yang lain.
Untuk kamu yang begitu indah
sangat tersenyum, terima kasih telah memperlihatkanku keindahan yang indah.
Karena senyuman itu, aku belajar untuk tersenyum supaya lebih indah. Menghadapi
persoalan hidup ini dengan senyuman, membuatnya terasa lebih ringan.
Kini, aku berusaha berbagi. Aku
ingin berbagi duniaku denganmu. Meski kamu masih menutupi duniamu dari ku.
Duniamu, duniaku, yang aku harap bisa disatukan menjadi dunia kita berdua.
Kini aku berusaha menjaga
lisanku. Meski sebenarnya ingin ku ungkapkan betapa aku mengagumimu. Kekaguman
yang aku harap tidak hanya menjadi harapan kosong yang nantinya menjadi tak
berarti.
Kini, aku berusaha tersenyum.
Meski kamu belum mengerti arti senyuman itu. Aku tersenyum padamu. Senyuman
yang aku harap bisa menjadi keindahan, tidak hanya untuk aku tapi juga untuk
kamu.
Mungkin kamu tidak mengetahui,
betapa aku berusaha. Berusaha tidak tewas dalam perang yang ada di diri ini.
Perang untuk menentukan apakah aku biarkan saja perasaan itu tumbuh atau memendamnya hingga mati perlahan. Karena
aku hanya sanggup memberi tanda yang sepertinya belum bisa kamu tangkap
maknanya.
Comments
Post a Comment