Harapan dan Khayalan Itu Beda Tipis?

Entah karena pesimis atau ambisius atau apalah sebutannya, Siska sudah tak mengerti lagi apa yang telah terjadi padanya. Bayangan pria itu seperti tak lelah bertengger, berputar-putar dalam memori otaknya. 

"Aaaaaaah apa aku sudah gila? Sepertinya dia memang telah membuatku tergila-gila! Bagaimana ini?" ungkap Siska di depan cermin dalam kamarnya.

Siska seperti keranjingan segala sesuatu tentang pria itu. Tak jarang dia berlagak seperti detektif. Mencari tahu segala hal yang bersangkutan dengan pria itu. Bahkan  tak pernah lelah memikirkan seseorang yang belum tentu memikirkannya juga. Dia bahkan baru mengenalnya ketika ada acara kampus bulan lalu. Berbagai cara telah dilakukan Siska hanya untuk mencari informasi mengenai pria itu. Sulit sekali rasanya bahkan hanya untuk mengetahui namanya. Sampai saat ini Siska juga belum tahu pasti apa yang menyebabkan pria itu begitu memesonanya.  

Hari demi hari berlalu, Siska terus berusaha menjalankan misinya, entah akan jadi mission impossible atau menjadi sampah atau malah bisa jadi kenyataan. Siska memang bukan tipe wanita yang supel, dia cukup kaku untuk masalah ini. Tak jarang Siska meminta saran dari teman-temannya. Namun, ya begitulah hasilnya. Siska mengerti setiap proses membutuhkan waktu. Tapi bahkan prosesnya pun terbilang stagnan, stuck! Bahkan untuk memperoleh data diri pria itu pun terasa begitu sulit. Siska mulai frustasi. Dia bertekad untuk melupakan pria itu. Toh pertemuan mereka cukup singkat, sepertinnya akan lebih mudah melupakannya. Ah bahkan perasaan ini layu sebelum berkembang.

"Melupakanmu? Trying to stop this feeling such as planning to diet, always start tomorrow! Aku terlanjur kecanduan kamu."  Siska mulai meracau dalam kamarnya sambil menyalakan lagu Tangga dari ponsel mungilnya sebelum tidur...
cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati
jatuhkan hatiku kepadamu sehingga hidupku pun berarti
cinta tak mudah berganti, tak mudah berganti jadi benci
walau kini aku harus pergi tuk sembuhkan hati

Esok harinya, bayangan pria itu dalam pikirannya tak lekas sirna.  Begitu pun tekadnya untuk melupakan pria idamannya itu yang semakin bulat. "Cinta itu butuh perjuangan!" seru Siska menggebu. Dia memutuskan untuk bangkit. Menurutnya terlalu larut dalam kegalauan juga tak baik bagi 'kesehatan'. Siska mulai meyakinkan dirinya bahwa tak ada salahnya jika perempuan menunjukkannya terlebih dahulu, sayang kan emansipasi yang telah diperjuangkan Ibu Kartini itu. Siska juga sudah membaca beberapa artikel yang bisa menunjang 'misinya' itu. Siska semakin yakin. Ia berhasil mengalahkan dirinya.

Waktu terus bergulir. Sepertinya usaha Siska mulai membuahkan hasil. Siska mulai mengetahui dari fakultas mana pria itu berasal, ketika ia mengenakan jaket kampusnya pada acara kampus tempo hari. Siska memang cukup aktif dalam berbagai kegiatan kampus. Ini bisa jadi satu keuntungan buatnya untuk mendapatkan akses informasi mengenai pria itu melalui teman Siska yang satu fakultas dengan pria itu. Hari berganti hari, kini mereka mulai berkomunikasi melalui pesan singkat, tapi masih membicarakan seputar acara kampus karena kebetulan mereka dipertemukan dalam suatu acara kampus. Percakapan mereka membuat Siska bahagia. Randi, nama pria itu. Akhirnya Siska mengetahuinya. Terbilang lambat, tak apalah yang penting proses. Kadang dalam pesan singkatnya, Randi suka melontarkan pertanyaan yang menurut Siska itu adalah bentuk perhatian. Ia mulai berani menerka-nerka. Tidak hanya itu, dia juga mulai berani berasumsi bahwa harapannya untuk bisa mencuri hati pria itu bisa dilanjutkan. Harapan itu masih ada. Namun, hubungan mereka tetap saja stagnan. Secuil perhatian yang kadang dilontarkan Randi untuk Siska ternyata hanya ditanggapi biasa saja oleh Randi. 

Siska mulai mengakui kebenaran lirik lagu dangdut yang dibawakan Meggy Z...
jatuh bangun aku mencintai, namun dirimu tak mau mengerti~

Tak hanya itu, kini Siska mulai samar membedakan harapan dan khayalan. Harapan yang ia pikir bisa membuatnya bahagia, hingga saat ini masih hambar. Untuk menyenangkan hatinya, Siska mulai berkhayal. Imajinasinya seolah membantunya memberi kebahagian. Namun imajinasi itu justru hanya akan menghancurkannya, karena kebahagiaan yang diberi tak lebih dari kebahagiaan semu. Siska mungkin hampir mengalami putus asa, tapi cintanya yang tulus itu selalu bisa mengalahkan rasa lelahnya. Entah hingga kapan bayangan Randi bertengger dalam pikiran Siska. Entah hingga kapan Randi  menjadi penghuni spesial dalam hatinya, entahlah. Siska hanya mampu menunggu dalam sabar. Semoga Tuhan melunakkan hati Randi dan memberinya keberanian. Semoga. Entah, itu adalah harapan atau khayalan. Harapan dan khayalan itu beda tipis?

Comments

Popular posts from this blog

Review Series: Gadis Kretek (2023)

Review Film: Petualangan Sherina 2, Membangkitkan Memori Masa Kecil

Series Celebrity di Netflix