Kepada Embun, Tentang Daun Yang Basah
Pagi ini tidak terlalu berbeda dengan pagi-pagi biasanya. Semesta telah
hafal perkara basahnya daun di pagi hari akibat embun yang menggelayutinya.
Meski tak pernah bertahan sepanjang hari karena matahari akan dengan tega
mengubah embun menjadi uap. Membuat daun yang basah lantas kering. Namun daun
dengan sabar menanti hingga pagi berikutnya datang kembali. Menanti datangnya
embun.
Kedatangan dan penantian keduanya kemudian menjadi siklus. Siklus yang
terkandung manis dan pahitnya rasa. Sayangnya kadang siklus memiliki kesalahan.
Kadang malam diterpa hujan kemudian pagi menjadi tidak begitu cerah. Meski daun
akan tetap basah, tapi bukan karena embun. Maka lahirlah rindu. Rindu yang
begitu ajaib sehingga mampu membedakan embun atau sekedar bulir hujan yang
sama-sama membuat daun menjadi basah di pagi hari.
Tapi daun terlalu pemalu untuk menyampaikan rindu. Pikirnya menyimpan semua
rindu-rindu itu akan lebih baik. Daun begitu pandai menyembunyikan semua
rindunya. Saat embun datang, daun berusaha terlihat biasa saja, seolah hanya sebatas
rutinitas pagi yang Tuhan buat. Rutinitas indah pagi yang selalu didambakan
sebenarnya. Rutinitas indah pagi yang membuatnya bahagia sebenarnya. Tapi daun
terlalu pemalu untuk menyampaikan rindu.
Tanpa disadari, waktu mulai melibatkan diri dalam kisah mereka. Perubahan
warna kuning kecoklatan yang dialami daun menunjukkan usianya yang kian
bertambah. Namun, rindunya pada embun tetap tersimpan. Ia begitu naïf untuk
membiarkan waktu melahap rindu-rindunya. Padahal waktu hanya akan menggerogoti
pigmennya hingga hijau yang pernah dimilikinya begitu indah mulai pudar.
Daun terlalu berharap pada keajaiban. Padahal ibu peri yang dapat membuat
indah setiap akhir cerita hanya ada dalam dongeng. Dan waktu akan tetap melaju
dengan gagahnya. Membuat rutinitas pagi yang indah itu perlahan sirna. Daun
harus gugur meninggalkan batang, dan embun akan datang lagi pada daun-daun yang
lain. Terasa berbeda pada rutinitas yang sama.
Padahal embun harus melalui udara yang begitu dingin untuk dapat berjumpa
dengannya, tapi daun tak pernah tahu karena embun tak memiliki keberanian. Rindu-rindu itu mungkin akan mengepul
di awan. Menambah hiasan langit agar keduanya dapat memandang bersama. Meski
pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Meski tak pernah terurai oleh kata.
sukaaaaak, pake banget. hahahha
ReplyDeleteasik nih basah2an....
ReplyDelete