Kupu-kupu Kesukaanku
Aku
terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Dia tak memiliki sayap berwarna yang
cantik. Dia juga tak pandai terbang sepertinya. Aku melihatnya hinggap di
batang pohon tua itu sepanjang hari. Entah apa yang ada dalam benaknya. Di saat
kupu-kupu lain menikmati bahagianya memiliki sayap, mengapa kupu-kupu itu hanya
hinggap di batang pohon tua itu sepanjang hari? Apakah dia ingin menjadi hewan
melata saja? Apakah menjadi kupu-kupu tidak membahagiakannya?
Aku terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Kubiarkan waktu menenggelamkanku. Aku hanya melihatnya begitu indah. Bahkan dia mampu membuatku tersenyum meskipun dia tak melakukan apa-apa, kecuali hanya hinggap di batang pohon tua itu. Mungkin orang lain menganggapku gila. Untuk apa memandangi kupu-kupu yang bahkan sayapnya pun tidak menarik. Untuk apa memandangi kupu-kupu yang bahkan untuk menari di udara dengan kepakan sayapnya pun enggan.
Aku
terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Kupu-kupu itu menjadi kesukaanku. Meski
aku sendiri belum mengerti mengapa aku terpesona begitu dalam. Meski aku
sendiri belum mengerti mengapa harus kupu-kupu itu. Mereka bilang semua yang
terjadi memiliki alasan. Namun kadang ada alasan yang rasanya tak ingin aku
ketahui. Ah, mungkin orang-orang itu benar, aku mulai gila. Jika menjadi gila
memberi kebahagiaan, mengapa harus berpura-pura waras?
Aku
terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Kuberanikan diri menikmati keindahannya
lebih dekat. Aku hanya ingin kupu-kupu itu hinggap di jari manisku. Kemudian
aku dapat menceritakan banyak hal kepadanya. Aku dapat melihat sayapnya lebih
dekat. Aku dapat membelainya agar kupu-kupu itu mengerti bahwa aku ingin dia
tetap hinggap sepanjang waktu, karena aku rela mengganti batang pohon tua itu
dengan jari manisku. Mungkin terlalu egois karena aku tak ingin kupu-kupu itu
terbang. Aku belum menemukan sayapku.
hwuuaaaaa baraaaaa~
ReplyDelete