Untuk Kamu yang Begitu Teduh

Beberapa hari belakangan ini, rasanya matahari sedang bersemangat sekali bersinar. Tanaman yang diatur sedemikian rupa di taman kota belum cukup membuat cuaca lebih sejuk. Namun aku tetap harus berjalan. Menyusuri tiap sudut kota. Menikmati segala yang telah diberikan. Perjalanan kali ini cukup menarik. Aku menemukan sebuah rumah yang terlihat agak kumuh, tapi begitu sejuk. Begitu teduh. Panasnya matahari membuatku ingin sekali masuk ke sana untuk numpang berlindung.

Aku berdiri di depan rumah itu. Tidak ada pagar, tapi pekarangannya cukup luas. Tentu saja aku ingin mencari letak pintunya. Agar dapat kuketuk, kuberi salam sang empunya rumah, dan kutanya apakah aku boleh masuk ke dalam. Aku masih berdiri di depan rumahnya, cukup lama. Mencoba berpikir sekaligus mengobservasi. Entah mengapa dorongan dalam diriku begitu kuat. Akhirnya aku menemukan pintunya. Kuketuk perlahan, belum ada jawaban. Kuketuk agak kencang sambil mengucap salam, belum ada jawaban. Namun kali ini aku mendengar ada suara langkah kaki mendekati pintu. 

Belum ada pintu yang dibuka. Aku sempat melihatnya, sang penghuni rumah membuka sedikit tirai di jendela. Rambutnya terlihat berantakan. Tapi ada yang begitu menarik saat aku sekilas menatap matanya. Aku menjadi lebih bersemangat untuk mengetuk pintu. Tak lupa kutampilkan senyum paling baik yang kupunya. Pintu tetap belum terbuka. Sepertinya ia ketakutan. Sepertinya aku terlalu berisik.

Aku akan tetap berdiri di depan rumahnya. Namun akan kutahan semampu yang kubisa untuk tak lagi mengetuk atau mengucap salam. Aku hanya akan mengamatinya dari jarak yang cukup. Cukup untuk tidak membuatnya ketakutan. Cukup untuk tetap membuatku mampu menjangkaunya dari penglihatanku. Aku jatuh cinta, dan patah hati. 

Aku tahu semua rumah pasti pernah disentuh peristiwa. Bisa jadi badai, hujan deras, angin puting beliung, atau apapun itu yang mampu menghancurkan kokohnya batu dan segala komponen yang dengan susah payah disusun dan dibangun sang penghuni rumah. Menerima kehancuran untuk belajar membangun kembali memang tak semudah yang direncanakan. Namun bukan berarti tak mampu dilakukan. 

Untuk kamu yang begitu teduh, semoga kamu mampu. Bahwa kehancuran bukan selalu akhir cerita, tapi hanya bagian cerita. Aku juga masih belajar merapihkan rumah. 

Comments

Popular posts from this blog

Review Series: Gadis Kretek (2023)

Review Film: Petualangan Sherina 2, Membangkitkan Memori Masa Kecil

Series Celebrity di Netflix