Perjalanan Pendek BPAB GMC UI 2013
Ada yang berbeda dengan alur penerimaan
anggota baru GMC UI tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu tidak adanya
Camping Fun. Rangkaian perjalanan dalam BPAB diawali
dengan perjalanan pendek yang lokasinya tidak asing lagi, Gegerbentang.
Jumat (1/3/2013), para calon anggota
atau yang akrab disebut caang berkumpul di beka sekitar jam 5 sore untuk menimbang berat carrier
mereka. Tak terasa adzan maghrib berkumandang, sholat harus segera
dilaksanakan. Setelah semua selesai, kami berkumpul untuk melakukan pemanasan
sebelum berangkat. Kali ini, caang tidak lagi mengisi form barang bawaan secara
manual karena mereka telah mengisinya melalui dropbox BPAB. Selepas maghrib,
kami berjalan menuju Stasiun Pondok Cina dengan carrier tertempel di punggung. Ini memang bukan kali pertama bagi
para caang membawa carrier karena
sebelumnya mereka pernah merasakannya ketika PSEG.
KRL
Commuter Line bertarif Rp 9.000 menjadi pilihan kami untuk bisa sampai di
Stasiun Bogor. Meski harus berdesakan di dalam kereta dengan bawaan yang tidak
sedikit, para caang nampaknya masih begitu antusias mengikuti perjalanan ini.
Sesampainya di Stasiun Bogor, sekitar jam 9 malam, kami mencari tempat
untuk berkumpul, duduk, dan makan malam
sambil menunggu salah satu dari panitia mencari angkot sewaan. Renyah tawa
masih terdengar begitu bahagia. Setelah mendapat angkot yang disewa dengan
harga Rp 120.000 per angkotnya, sebanyak lima angkot siap mengantar kami menuju
daerah puncak.
Para caang sedang menikmati makan malam di Stasiun Bogor |
Jendela dan pintu angkot tak lekas ditutup meski udara malam
Bogor bergitu dingin. Banyak cara yang dilakukan baik oleh caang maupun mentor
untuk menikmati perjalanan malam dalam angkot. Ada yang berbincang, tertawa,
hingga tidur. Baliho “The Villas” sudah terlihat, tanda perjalanan yang
sebenarnya dimulai. Sebelum treking, tidak lupa pemanasan terlebih dahulu.
Headlamp pun sudah terpasang di dahi masing-masing untuk menerangi jalur. Meski
jam sudah menunjukkan jam 22:50 WIB dan gelapnya malam membatasi mata melihat
sekeliling namun tidak mengurangi antusias mereka, para caang untuk melanjutkan
perjalanan. Selangkah demi selangkah menapaki jalur menanjak yang dipenuhi
bebatuan. Peluh mulai berjatuhan tapi semangat tak boleh pudar.
Sesampainya di pos dekat tower, kami mendirikan tenda.
Sebagian mentor terlihat membantu caang mendirikan tenda, sebagiannya lagi
mendirikan tenda kelompoknya sendiri. Waktu begitu cepat bergulir, jam
menunjukkan pukul 01:25 WIB. Sepertinya rasa lelah dan kantuk mengalahi rasa
lapar. Begitu tenda telah didirikan, matras disusun rapi, sleeping bag segera
digunakan untuk menghangatkan tubuh ketika hendak tidur.
Pagi di
hari Sabtu (2/3/2013) disambut dengan kabut dan anginnya yang besar hingga
terlihat seperti badai. Sayang sekali sunrise
jadi tidak terlihat. Suhu rendah itu membuat tubuh tak mau berpisah dengan
jaket. Setelah sholat subuh, kami langsung memasak sarapan dan bekal makan
siang. Jam 7 pagi para caang dikumpulkan dalam keadaan sudah sarapan. Kemudian
mereka diajarkan caranya orientasi medan (ormed). Kegiatan itu berlangsung
sekitar 90 menit.
Setelah selesai,
mereka dipersilakan membereskan barang bawaan dan harus selesai jam 10:00
supaya bisa dilanjutkan treking menuju bedeng mandalawangi. Akhirnya sekitar
jam 12 kami siap melanjutkan perjalanan. Enam kelompok caang dibagi menjadi dua
untuk melewati jalur naik dan melipir. Sambil bernyanyi, berbincang, bersuka
ria dengan tawa, bahkan juga menangis, kami melewati jalur yang cukup variatif.
Pada setengah perjalanan, hujan ikut menemani langkah kami
membuat ponco atau jas hujan yang dibawa tidak sia-sia. Tak urung, jalur
menjadi sangat licin. Bahkan ada jalur yang longsor sehingga menyulitkan kami
melewatinya. Namun, tidak masalah karena dua orang GMCers telah siap di lokasi
longsor dengan tali tambang dan uluran tangannya. Banyak yang terpeleset hingga
akhirnya pakaian menjadi berlumpur tapi
perjalanan harus tetap dilanjutkan.
Setelah bergulat dengan dinginnya hujan, licinnya jalur dan
banyaknya lumpur yang menempel di sekujur tubuh, kami sampai di bedeng sekitar
jam 5 sore. Bedeng terlihat sangat becek membuat para caang agak bingung
mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Mereka diberi waktu hingga jam 19:30
untuk berkumpul kembali dalam keadaan sudah makan malam dan mengumpulkan hasil
masakan untuk dilombakan. Dengan beralas trashbag,
mereka duduk berkumpul dan mempresentasikan hasil perjalanannya menuju bedeng
yang dilanjutkan pemberian komentar oleh mentor terhadap kelompok caangnya.
Tiga jam kemudian mereka dipersilakan kembali ke tenda dan beristirahat.
Minggu (3/3/2013), kawah Gunung Gede terlihat sangat indah
dari bedeng saat pagi, begitu juga dengan puncak Pangrango, sebelum kabut
menutup semuanya. Para caang dibangunkan dan diintruksikan untuk memasak
sarapan dan bekal makan siang. Sebagian caang memasak, sementara sebagian lagi
melakukan ormed. Jam 10 pagi mereka harus sudah siap pergi meninggalkan bedeng.
Sebelumnya, mereka diminta berbaris untuk didokumentasikan dan tak lupa
‘operasi semut’. Setelah itu setiap kelompok mulai jalan pulang secara
bergantian. Jalur yang dilewati berbeda dengan jalur kemarin menuju bedeng.
Namun tetap saja ada jalur yang longsor meski tidak separah longsor kemarin. Saat
jalan pulang, hujan pun tetap mengguyur kami. Jalur yang dilewati menjadi licin
dan berlumpur. Namun tidak mengurangi semangat kami. Setelah lama berjalan,
rasa lelah dan lapar mulai datang. Kami semua istirahat dan makan siang
terlebih dahulu.
Perut telah terisi, begitu juga dengan stamina. Saatnya
melanjutkan perjalanan. Beberapa GMCers terdengar bernyanyi di sepanjang
perjalanan. Memecah keheningan dengan tujuan menghibur. Kebun teh mulai
terlihat, treking akan segera usai. Sesampainya di Desa Cimacan, kami segera
menuju mushola untuk membersihkan diri dan menunaikan sholat sambil menunggu
angkot sewaan datang. Saat angkot datang, segera kami memasuki angkot untuk
menuju Stasiun Bogor dan kemudian dilanjutkan pulang ke rumah masing-masing.
Memasak makanan untuk sarapan dan bekal makan siang |
(Dok. Sandi Chakradata, 2013)
Comments
Post a Comment