Mengenal Kampung Lio



 Kamis (21/3/2013), saya dan beberapa teman lain pergi menuju Kampung Lio. Tujuan awal kami mengunjungi Kampung Lio sederhana, memenuhi tugas praktikum Geografi Manusia 2. Kami memilih menggunakan sepeda motor melalui jalan lokal yang lebih berkelok dibanding jalan raya tapi tidak terlalu banyak kendaraan. Setelah menelan waktu sekitar dua puluh menit, kami sampai di lokasi destinasi, Kampung Lio. Waktu yang dilalui terbilang singkat selain karena jarak Kampung Lio dari kampus yang tidak terlalu jauh, lokasi Kampung Lio mudah ditemukan karena sebelum memasuki daerah tersebut ada gapura yang terbangun sehingga memberi kemudahan pada kami.
Gapura Kampung Lio
Ternyata nama tidak selalu menggambarkan kondisi. Meski disebut kampung, tapi Kampung Lio tidak seperti kampung sungguhan seperti yang ada dalam bayangan saya. Kondisi rumah warga cukup baik, tidak lagi berbilik. Keadaan jalannya juga tidak seburuk jalan kampung pada umumnya. Memang lebar jalannya tidak terlalu  besar sehingga aksesibilitasnya terbatas karena hanya bisa dilalui kendaraan roda dua, tapi permukaan jalannya sudah mulus.
Kampung Lio yang berlokasi di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, ternyata juga berada di pinggiran Situ Rawa Besar Depok. Meski berada di dekat situ, warga Kampung Lio mencoba beradaptasi dengan memanfaatkan situasiasi yang ada. Salah satunya adalah dengan memfasilitasi warga yang hendak menyebrangi situ dengan perahu. Perahu tersebut digerakkan dengan kawat panjang yang kemudian ditarik oleh tenaga manusia. Selain sebagai alat transportasi air yang bebas polusi, perahu tersebut juga memberi lapangan pekerjaan bagi warga untuk menjadi sumber daya penarik. Untuk menyebrangi situ menggunakan perahu, penumpang hanya dikenakan tarif Rp 1000.

Perahu (Getek) di Kampung Lio
 Kebersihan lingkungan Kampung Lio terlihat sudah cukup baik. Tidak ada sampah yang tercecer di sepanjang jalan yang saya lalui. Dari keterangan warga yang saya wawancarai, sistem pengelolaan sampah di Kampung Lio sudah terorganisir dengan baik. Sampah yang dihasilkan dari setiap rumah setiap harinya dibuang oleh warga ke tempat pembuangan sementara yang jaraknya kurang dari sepuluh meter dari rumah. Kemudian sampah tersebut diangkut oleh petugas dinas kebersihan. Meski pun masih ada beberapa warga yang melakukan pembakaran terhadap sampahnya.
Situ Rawa Besar Depok kini telah mengalami perubahan yang signifikan. Kualitas air yang terdapat di situ pada saat ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kualitasnya pada 10 – 40 tahun yang lalu. Berdasarkan data yang saya peroleh dari warga asli Kampung Lio, Ibu Aisyah yang sudah tinggal di Kampung Lio sejak 64 tahun silam, kualitas air di situ begitu jernih pada tahun 1900an, uang logam yang terjatuh pun masih terlihat dari permukaan. Ternyata perubahaan ini disebabkan oleh adanya urbanisasi yang terjadi di sana. Para pendatang ternyata memberi pengaruh terhadap kondisi lingkungan Kampung Lio.
Begitulah pengalaman saya dan beberapa teman lain ketika mengunjungi Kampung Lio. Dengan adanya tugas ini, membuat saya belajar bahwa nama tidak selalu sinkron dengan realitanya. Begitu pun dengan perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu dan penambahan SDM membuat suatu wilayah yang mulanya kampung lambat laun bisa mengubah kondisinya seperti infrastrukturnya mau pun kebersihan lingkungannya. Mungkin 10 – 30 tahun lagi Kampung Lio bisa bermetamorfosis menjadi Kota Lio.

Comments

Popular posts from this blog

Review Series: Gadis Kretek (2023)

Review Film: Petualangan Sherina 2, Membangkitkan Memori Masa Kecil

Series Celebrity di Netflix