Kok Bisa Ya?

Sejak beberapa hari lalu mulai banyak bermunculan video BCL yang sedang bercerita tentang kisah cintanya. Menyenangkan banget bisa punya kesempatan untuk nonton video itu karena ada banyak insight, yang bisa dipelajari.

Menurut gue, menarik sih konsep videonya. Setelah dilihat lagi BCL baru saja melahirkan single terbarunya yang berjudul "12 Tahun Terindah". Kemudian video #LoveStory ini, yang dikemas menjadi 6 episode berdurasi sekitar 30 menit, menceritakan Love Story nya BCL. Di video itu juga BCL cerita bagaimana ia akhirnya memilih untuk #MelangkahLagi dari dukanya.

Menariknya lagi, after effect abis nonton video itu sih, gue kayak ngerasa this is too good to not be shared. So, here it is. Gue akan bahas poin-poin yang berkesan di gue.


"I was looking for a partner, and I got the right person. He's not perfect, but he's perfect for me."
Ini memang soal preferensi aja sih. Tiap orang pasti punya seleranya sendiri soal pasangan atau teman hidup yang bagaimana yang mau dipilih. Eh... apa enggak ya? Oke, mungkin gak tiap orang punya privilege bisa menikah dengan orang pilihannya. 

Kenapa poin ini berkesan? Karena gue salut aja sih. BCL bisa tau, dia orang yang seperti apa, trus dia tau butuhnya orang seperti apa, dan mereka komitmen sama pilihannya itu. Mereka saling menghargai, saling mengagumi, saling mendukung. Karena ini konteksnya pernikahan, ya gue setuju kalo pernikahan itu hubungan yang selaras, sepadan. Saling

Kalo bahas ginian lebih lanjut kayaknya bakal kepanjangan banget di sini. Jadi, cari tau sendiri aja yak hehehe.


"Kok bisa ya?"
Yaaak, ini seriiiiing banget ditanyain orang-orang kalo lagi ngelayat. Gue pun pernah menghadapi pertanyaan itu. Rasanya waktu itu gue pengen buat rekaman aja, trus tinggal putar rekaman deh setiap ada yang nanya, "Kok bisa ya? Kenapa bisa meninggal? padahal masih muda..." blablabla.
Gue setuju banget sama BCL, itu tuh gak penting. Serius. 

Nanya penyebab kematian juga sebaiknya dihilangkan aja lah. Kecuali yang berduka emang cerita dengan sendirinya, yaudah dengerin. Tapi kalo lagi sibuk berduka, egois banget sih nuntut orang buat menjawab rasa ingin tau lo doang. Beberapa orang yang lagi berduka bahkan masih sibuk menyadarkan dirinya atas apa yang terjadi, apakah semua ini nyata, dan sebagainya. Trus...ah yaudahlah. Tenggang rasa itu kayaknya cuma jadi materi di sekolahan doang. Kalo ala anak tiktok mah, 'belajar doang, dipraktekin kagak'. 


"Jangan merasa bersalah ketika merasa senang"
Umm... hell yeah! Ini konteksnya masih dalam suasana berduka ya. Gak jarang, dalam situasi berduka itu kita kayak dituntut untuk ngerasa sedih aja gitu. Nangis aja. Nangis. Ketawa tuh gak lazim banget kalo lagi berduka. Jangan ketawa! 

Hahahahaha...


"You have the power to choose your own destiny"
Simbolisasi yang Ashraf kasih itu keren sih. Buku dan pulpen. Anggap buku adalah hidupmu, dan pulpen adalah kekuatanmu. Sadarilah bahwa kamu punya kekuatan untuk menulis apapun di buku itu.

Gue sampe jadi nyari di Google, kali aja ada yang bahas lebih lanjut gitu. Tapi gue malah nemu kutipan. Tapi bagus sih. 

Gimana? Apakah ada pandangan yang mulai berubah? 


Sebenernya masih ada beberapa poin menarik. Tapi nonton sendiri aja deh, biar lebih lengkap. Gue menyadari sesuatu, ternyata bener, apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati. Makasih kak unge for sharing. (hehehehe, anggep aja gue seakrab itu yaa)





Comments

Popular posts from this blog

Review Film: Petualangan Sherina 2, Membangkitkan Memori Masa Kecil

Review Series: Gadis Kretek (2023)

Series Celebrity di Netflix