Posts

Aku Bosan

“Tuhan, aku bosan menjadi ulat. Mengapa Kau menciptakan aku sebagai ulat? Ulat itu menjijikan. Banyak manusia yang berusaha menghindariku. Ulat itu mengerikan. Banyak manusia yang teriak histeris ketika melihatku bahkan ada yang berusaha melenyapkanku. Mengapa Kau menciptakan aku sebagai ulat? Aku bosan menjadi ulat.” Ah, lucu juga rupanya mengingat masa lalu. Benar juga, biar bagaimanapun, masa lalu tidak akan bisa dihapus begitu saja. Masa lalu juga merupakan bagian dari diri kita. Aku teringat pada masa ketika aku begitu kasar bertanya pada Tuhan mengapa Dia mencipatakan aku sebagai ulat. Waktu itu aku begitu membenci diriku. Aku merasa tidak berguna. Aku merasa tidak memiliki apa-apa. Namun, Tuhan selalu punya alasan. Waktu selalu memiliki peran dalam perubahan. Kini aku bisa membantu pembuahan pada bunga. Kini aku memiliki sayap. Aku bisa pergi kemana pun aku mau. Kini banyak manusia yang bahagia melihat kehadiranku. Mereka yang kala itu berteriak ketakutan, justru pa

Kupu-kupu Kesukaanku

Aku terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Dia tak memiliki sayap berwarna yang cantik. Dia juga tak pandai terbang sepertinya. Aku melihatnya hinggap di batang pohon tua itu sepanjang hari. Entah apa yang ada dalam benaknya. Di saat kupu-kupu lain menikmati bahagianya memiliki sayap, mengapa kupu-kupu itu hanya hinggap di batang pohon tua itu sepanjang hari? Apakah dia ingin menjadi hewan melata saja? Apakah menjadi kupu-kupu tidak membahagiakannya? Aku terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Kubiarkan waktu menenggelamkanku. Aku hanya melihatnya begitu indah. Bahkan dia mampu membuatku tersenyum meskipun dia tak melakukan apa-apa, kecuali hanya hinggap di batang pohon tua itu. Mungkin orang lain menganggapku gila. Untuk apa memandangi kupu-kupu yang bahkan sayapnya pun tidak menarik. Untuk apa memandangi kupu-kupu yang bahkan untuk menari di udara dengan kepakan sayapnya pun enggan. Aku terlalu terpesona dengan kupu-kupu itu. Kupu-kupu itu menjadi kesukaanku. Meski aku sen

Hitam Putih

Image

Kepada Embun, Tentang Daun Yang Basah

Pagi ini tidak terlalu berbeda dengan pagi-pagi biasanya. Semesta telah hafal perkara basahnya daun di pagi hari akibat embun yang menggelayutinya. Meski tak pernah bertahan sepanjang hari karena matahari akan dengan tega mengubah embun menjadi uap. Membuat daun yang basah lantas kering. Namun daun dengan sabar menanti hingga pagi berikutnya datang kembali. Menanti datangnya embun. Kedatangan dan penantian keduanya kemudian menjadi siklus. Siklus yang terkandung manis dan pahitnya rasa. Sayangnya kadang siklus memiliki kesalahan. Kadang malam diterpa hujan kemudian pagi menjadi tidak begitu cerah. Meski daun akan tetap basah, tapi bukan karena embun. Maka lahirlah rindu. Rindu yang begitu ajaib sehingga mampu membedakan embun atau sekedar bulir hujan yang sama-sama membuat daun menjadi basah di pagi hari. Tapi daun terlalu pemalu untuk menyampaikan rindu. Pikirnya menyimpan semua rindu-rindu itu akan lebih baik. Daun begitu pandai menyembunyikan semua rindunya. Saat embun d

Berhenti Berharap

Jangan! Jangan pernah lakukan Hidup tanpa harapan apa artinya? Tetap gantungkan harapan 5cm atau 10 cm atau 15 cm di depan dahimu atau beberapa sentimeter yang terpenting matamu masih menjangkaunya barangkali merangsang otak Semangat! sepertinya bisa jadi rekan yang baik Tetaplah semangat pada harapanmu barangkali semangat membantumu lebih kuat Jangan berhenti berharap meski mungkin menyakitimu semoga akhirnya memberi bahagia Harapan membantumu tetap hidup

Cuma Catatan Kecil

Karena sejatinya setiap hal yang tercatat seharusnya dapat menjadi pembelajaran dan bahan untuk perbaikan di waktu yang akan datang. Begitulah sebaik-baiknya orang, lebih baik dari waktu sebelumnya. Namun tak jarang beberapa hal luput, tak tercatat, kemudian terabaikan. Meski tak sengaja menuai luka bagi yang lain. Meski tak sadar dosa tertumpuk. Katanya wajar, namanya juga manusia, khilaf.  Pantas saja para tikus elite itu tetap hidup layak di negeri tercinta yang kekayaan sumber daya alamnya dapat dikeruk kapan pun sesuai kepentingan golongan tertentu. Menikmati indahnya hasil "kerja keras" bersama orang tercinta. Lucu ya? Katanya cinta, tapi tidak bertanggungjawab memberi yang baik. Semua dianggap mudah ketika uang di genggaman. Ketika tertangkap, bilang saja khilaf. Namanya juga demokrasi. Tak peduli ratusan jiwa terlantar di jalanan, membuang harga diri demi sesuap nasi.  Ah tapi ini cuma catatan kecil. Tak lantas mengubah keadaan.  Pantas saja ada anak tuka