Memelihara Asumsi
Selama asumsi itu membuat dopamin memengaruhi otaknya, selama itu pula dia membiarkan asumsi yang hanya menyenangkannya bersarang dalam dirinya. Terpeliharalah kebahagiaan, semu. Sebenarnya logika telah memeringatinya beberapa kali. Namun, akal sehatnya sedang lumpuh. Dia membiarkan dirinya dipermainkan asumsi. Sepertinya waktu mulai menyunggingkan senyum miringnya. Bukan membuat waktu terkesan jahat, namun cepat atau lambat kenyataan akan menghempaskan asumsi-asumsi itu. Lalu dia merasa sesak. Merasa dunia tak adil. Merasa dipermainkan keadaan. Dalam taraf yang lebih ekstrim, bahkan merasa dirinya tak layak. Merasa kehilangan...... Kehilangan? Mengapa harus merasa kehilangan? Ketika sejatinya dia tak pernah benar-benar memiliki.