Posts

Showing posts with the label cerpen

Review Film: Petualangan Sherina 2, Membangkitkan Memori Masa Kecil

Image
Sinopsisnya dulu... Sherina yang dulu masih SD, anak baru pindahan dari Jakarta ke Bandung, sekarang di Petualangan Sherina 2 ini udah beranjak dewasa. Sekarang Sherina udah jadi jurnalis kondang di NexTV. Awalnya ia dan tim ditugasin untuk liput tentang Davos di Swis, tapi mendadak atasannya mengubah rencana itu dan memutuskan kalo Sherina dan tim lebih cocok meliput pelepasan Orangutan di hutan Kalimantan. Meski awalnya kesal, tapi Sherina dan tim berangkat juga ke Kalimantan. Nah, di sinilah Sherina ketemu lagi sama Sadam, musuhnya waktu SD lalu sempat jadi sahabatnya hingga SMA, tapi kemudian kehilangan kontak. Di Orangutan Kalimantan (OUKAL) inilah reuni mereka kembali menciptakan momen petualangan bersama. Petualangan mereka dimulai ketika acara pelepasan Orang Utan itu ternyata diselundupi oknum yang kerjasama dengan orang yang mau jual bayi orangutan ke Syailendra, saudagar kaya di Jakarta. Sherina memutuskan untuk mengejar pencuri Sayu, si bayi orangutan yang jadi terpisah sam

Brainstorming

Disclaimer: Tulisan ini dibuat untuk berpartisipasi sebagai anggota Grup Nulis Bareng. Topiknya adalah Environment   “Bumi yang kita tinggali ini sudah tua, sudah banyak sekali masalahnya, pencemaran udara, perubahan iklim, blablabla….” Raina mulai bosan dengan pembahasan sejenis ini. Baginya, mereka hanya sibuk mengeluh. Padahal masih banyak yang bisa dilakukan. Mengeluh memang manusiawi, tapi mengeluh tanpa beraksi itu tak begitu berarti. Sosialisasi. Hah, bisa saja mereka.  “Eh, kenapa sih lo, Rai?” tanya Windy yang melihat raut wajah Raina seperti orang yang sedang bertarung dengan roh jahat agar tidak merasuki tubuhnya. “Masih berapa lama lagi sih ini? Bosen ih.” “Dikit lagi, 30 menitan lah” “Hmm, bangunin ya WIn kalo udah kelar.” Windy tak lagi terkejut, memang ada saja aksi sahabatnya ini. Orang dengan intelektualitas tinggi sepertinya memang mudah bosan. *** Siang ini Windy dan Raina sudah setuju untuk makan siang di kantin Teknik. Setelah memohon pada Raina, ia akhirnya mau ju

Perihal Luka

 Ternyata sedih ya saat ngeliat orang yang kita sayang lagi sedih.  Sedih saat ditinggalkan orang yang disayang memang bukan main-main rasa sakitnya. Bahkan beberapa orang bisa menjadi trauma. Kebanyakan orang merasa dirinya terlalu buruk hingga merasa tak pantas untuk dicintai. "Apa yang harus aku ubah?" tanyanya dengan lirih. " Mindset ", jawabku. Setelah ditinggalkan sepihak begitu saja, ia mulai berperang dengan dirinya, dengan kenangan buruknya, dengan masa lalunya, dengan luka barunya. Emosi negatif mulai merajai pikirannya. Cih, orang sebaik kamu mana mungkin tidak pantas dicintai. Yang benar saja! Jika dia tak sanggup mencintaimu atas keutuhan dirimu, maka peluangnya tak hanya berhenti di sana. Masih ada miliaran orang di muka bumi, come on. Jika dia meninggalkanmu setelah menjanjikanmu untuk menikah denganmu, lalu menemukan pasangan baru dan akan segera menikah, maka tak perlu meletakkan kesalahan seluruhnya pada dirimu. Hubungan itu tidak hanya dilakukan s

Ilusi Cinta

Akhir pekan belakang ini merupakan waktu-waktu yang digunakan untuk mengunjungi resepsi pernikahan kawan. Sabtu nanti telah datang undangan pernikahan dari kawan kala sekolah menengah pertama dahulu. Undangannya bagus, dengan paduan warna biru tua dan silver. Mirip dengan undangan impianku yang pernah kuceritakan pada mempelai wanitanya. Di bagian depan tertulis Sarah dan Adam. Aku mengenal keduanya. Sarah adalah sahabatku. Setidaknya aku pernah menganggapnya demikian. Meski hampir sewindu belakangan ini kami tak lagi intens berkomunikasi karena dulu aku harus pindah ke Malang. Ayahku dipindahtugaskan ke Malang sehingga aku dan kedua orang tuaku harus tinggal di Malang. Aku bahkan tak sempat ikut acara perpisahan SMP. Sarah sempat sedih. Aku pun sedih. Awalnya kami masih berkirim pesan. Berbagi cerita tentang apa saja yang terjadi dengan hidupnya di Jakarta dan hidupku di Malang. Hingga akhirnya Sarah bercerita bahwa ia dan Adam tengah berpacaran. Saat itu kami baru menjadi siswa pu

Kedatangan Tamu

Berkat masukan salah seorang kawan, aku berpikir ulang. Kemudian berniat untuk mengaplikasikan segala teori yang sempat didiskusikan. Menarik. Atas dukungan semesta, kesempatan yang ada segera kumanfaatkan. Aku tidak mengunci pintu. Meski kuncinya masih tergantung di sana. Siapa pun yang penasaran dapat langsung masuk dengan mudah. Jika saja ia punya keberanian sebanyak itu. Ada yang cukup berani. Kupersilakan. Aku sudah berjanji hendak mencoba. Supaya mengerti. Sepertinya pengalaman sendiri akan lebih efektif untuk mengajarkan. Meski pengalaman orang lain juga dapat dijadikan rujukan. Kepada tamu, sudah sepatutnya aku bersikap baik. Ramah. Memberinya minum, bahkan makan. Namun, ia malah ingin tidur di kamarku. Badannya pegal katanya. Ia hanya ingin rebah sejenak. Sejenak. Kemudian ia pergi. Kesal karena aku tak membersihkan kakinya saat ia tidur. Kamarku berantakan. Ia tidur sambil berjalan. Lalu bangun sambil marah. Ia bahkan tak pernah bertanya mengapa aku membukakan pin

Bajingan Pahlawanku

Selain senja, hujan memang biasa dijadikan media untuk membantu mereflesikan diri. Aku adalah salah satu dari sekian juta orang yang menggunakan hujan untuk berselancar dalam memoriku. Dua tahun ini, hidupku tak pernah masuk dalam angan-anganku dulu. Benar juga, hidup penuh kejutan. Aku cukup terkejut dibuatnya. Dua tahun lalu, duduk-duduk santai di sofa mewah sambil menikmati secangkir kopi yang aromanya dapat merelaksasi seperti ini tidak pernah sebersit pun mampir dalam imajiku. Dua tahun lalu, mereka menganggapku seperti sampah. Kumal, bau, tidak terawat.  Tapi itu semua sudah berlalu. Dua tahun lalu, jika saja aku tidak bertemu dengan Mas Ridwan, mungkin mereka bisa saja membuangku ke Bantar Gebang atau tempat pembuangan sampah lainnya. Kau tahu? Mereka bilang Mas Ridwan itu tak lebih dari bajingan yang hanya ingin memanfaatkanku. Kau tahu? Bagiku, Mas Ridwan adalah pahlawanku. Mereka hanya tidak tahu keseluruhan ceritanya. Mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Mer

Diana, Bulan Sabitku

Namanya Diana. Harus kuakui sudah cukup lama aku mendambakan gadis manis berambut keriting ini. Harus kuakui pula, cinta pada pandangan pertama memang nyata. Masih ingat betul, kala itu aku sedang menunggu bis kampus di halte Fakultas MIPA. Kegiatan ini akan memakan waktu cukup lama, kecuali jika kau beruntung. Biasanya aku akan minta tumpangan kawan yang bawa kendaraan untuk menuju stasiun kereta terdekat atau berjalan kaki. Toh jarak dari kampusku ke stasiun tidak sampai satu kilo. Namun, hari itu adalah saat kemalasan rasanya tengah memuncak. Kebetulan hari itu aku ada rapat kegiatan mahasiswa di teras gedung B. Letaknya sangat dekat dengan halte bis. Singkatnya, aku sedang malas berjalan kaki dan hendak naik bis kampus menuju stasiun. Jam 17.30 WIB. Mengingat lokasi kampusku yang letaknya agak di bagian belakang kampus, sehingga menambah kesan angker. Padahal masih terbilang sore, tapi tak banyak manusia hilir mudik di sekitar sini. Di halte bis, aku hanya menemukan dua manusia y

Bolehkah Aku Menyimpan Kenangan Ini?

Jumat malam di jalanan Jakarta merupakan salah satu sarana untuk melatih kesabaran. Aku tidak naik kereta karena sedang ada gangguan rel anjlok di Stasiun Jatinegara, jadi aku memilih naik motor. Jadilah perjalanan panjang dari kantor menuju rumahku harus kuhadapi dengan sabar. Entah sial atau berkah,di tengah perjalanan hujan ikut menemani perjalananku. Kuarahkan motorku ke tepi jalan untuk memakai jas hujan. Kemudian, lagi-lagi aku ingat momen indah itu. Ya, apalagi kalau bukan kenangan bersamamu. Waktu itu kamu menjemputku dengan motor merah pujaanmu. Bahkan banyak pula orang yang ikut memuja motormu. Jika saja kamu tahu, ada beberapa temanmu yang dengan nyinyir mengatakan bahwa aku beruntung bisa menjadi teman dekatmu, karena kamu memiliki motor merah itu. Aku tak habis pikir, apakah menurut mereka kamu tidak lebih berharga? Jika saja mereka tahu, aku tak pernah ikut memuja motor merah itu. Jika saja mereka tahu, pupil mataku membesar ketika aku melihatmu, bukan motor merah itu.

Tentang Sebuah Pengakuan

Gaun merah marun tanpa lengan menjadi pilihanku untuk makan malam bersama Mas Dirga. Tak lupa kupakai lipstik merah yang agak gelap milik salah satu merk lokal yang kualitasnya tidak mengecewakan. Sepatu hak tinggi warna hitam yang Mas Dirga hadiahkan untukku telah menempel dengan indah pada kakiku. Jika cermin di kamarku bisa bicara, mungkin dia akan muak dan mencaciku. Sejak satu jam lalu, kupandangi diriku depan cermin. Aku hanya ingin melihat refleksi diriku tampak samping kiri, tampak samping kanan, belakang, depan, segala arah. Setiap wanita pasti ingin terlihat cantik sempurna ketika kencan bukan? Terdengar suara klakson mobil Mas Dirga. Aku cek lagi seluruh aspek penampilanku untuk terakhir kalinya sebelum bertemu dengan Mas Dirga. Perfect. Mas Dirga sudah berdiri depan mobil sedan hitamnya dengan setelan jas dan sepatu hitam yang tak kalah mengkilap dari riasan rambutnya. Aku merasa menjadi perempuan paling bahagia malam ini. "Silakan tuan putri cantik kesayanganku.&q

Kepada Hujan, Tentang Aku yang Menunggumu di Kedai Sore Itu

Kemarin aku masih mencintai hujan. Menganggapnya sebagai suatu fenomena berharga yang Tuhan berikan. Kemarin. Sebelum pertemuan kita terhambat karena kaubilang hujan turun ketika kau hendak berangkat menuju tempat pertemuan kita. Aku memilih tempat di sudut kedai. Seperti biasa, dekat jendela. Sebenarnya bukan karena aku ingin menatap bulir-bulir hujan yang turun. Tapi supaya aku dapat lebih mudah menemukan kedatanganmu. Ada sepasang remaja melewati depan kedai sore itu. Dengan seragam putih abunya. Dengan tawa yang seakan membuat orang yang melihat mereka mengira betapa kebahagiaan sedang menyelimuti mereka. Dengan lari-lari kecil yang menambah sensasi bahagia. Aku salah satu orang yang melihat kebahagiaan itu. Kuambil ponselku. Mungkin akan aku gunakan gambar ini untuk postingan terbaruku dengan tambahan kutipan yang membuat beberapa orang merasa tersentuh. "Hujannya makin lebat, kalau 30 menit belum reda, mungkin kita atur pertemuan berikutnya." Pesan masuk darim

Mencintai atau Dicintai? Mana yang lebih baik?

Remaja yang bernama lengkap Rani Kumalasari Dewi yang akrab dipanggil Dewi ini genap berusia 18 tahun pada 5 April kemarin. Dewi bukan wanita yang bisa dikatakan cantik oleh semua orang, tidak seperti Nabilla Syakieb atau Ririn Dwi Aryanti yang memang cantik. Tapi hal tersebut tidak membuatnya rendah diri. Ia mencoba bergaul dengan kemampuannya sendiri sampai suatu hari Allah mempertemukannya dengan seorang lelaki. Ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi padanya. Tiap melihat atau bertemu lelaki itu, jantungnya seperti berhenti sesaat lalu kemudian berdegup dengan irama yang lebih cepat dari biasanya, tangannya berkeringat. "Apa ini yang dinamakan cinta?", tanyanya dalam hati. Ia membiarkan saja perasaan itu mengalir. Seiring berjalannya waktu, Dewi dan lelaki itu, Farhan, semakin akrab saja. Dewi menunjukkan pada Farhan ketertarikannya pada lelaki itu dengan sikapnya. Farhan menyadarinya. Beberapa minggu setelah itu, Farhan menyatakan keinginannya untuk menjadikan Dewi seba

Belum Siap

Aisyah menutup bukunya. Matanya terasa panas. Sejak pukul 13.00 WIB tadi ia berkutat pada soal-soal yang belum terselesaikan seluruhnya. Kini jam dindingnya berdentang, menunjukkan pukul 16.00 WIB. Aisyah merebahkan tubuhnya di atas kasur kesayangannya mencoba menghilangkan penat yang menggandrunginya. Hampir saja matanya terpejam, tiba-tiba dia terlonjak,. "Astagfirullahaladzim, aku belum shalat ashar!" Bergegas ia mengambil air wudhu. "Shalat dapat menghilangkan segala penat" pikirnya. Dengan khusyuk Aisyah memanjatkan do'a. Seusai shalat terasa berbeda. Perasannnya begitu tenang. Penat-penat yang melekat tadi sirna begitu saja. Namun bayangan tentang seseorang dalam pikirnya tak ikut sirna. Aisyah pernah hampir frustasi karena dia. Bagaimana tidak? Laki-laki itu sempat menbuat hari-hari Aisyah menjadi begitu indah dari biasanya. Setiap hari hanya senyuman yang Aisyah berikan saat lelaki itu masih mengisi hidupnya. Namun, saat Aisyah mulai mempercayaka

Kado Terindah

Saat kumandang adzan subuh sampai di gendang telingaku, aku terbangun dari mimpi indah ku tentangmu, seketika itu terbayang senyum indah yang terpasang di wajahmu. Senyum itu begitu melekat dalam anganku. Aku tak mau kehilangan senyum itu. Hanya ada namamu yang terukir dalam dinding hatiku. Hanya kumpulan berkas tentangmu yang mengisi setiap sudut ruang hatiku. Segera kuraih cermin kecil yang selalu kuletakkan di atas meja dekat tempat tidurku. Kutatap dalam-dalam bayangan pada cermin itu. Hanya ada aku. Aku dengan berjuta harapan yang belum pasti akan terjadi. Tapi harapan itu terlalu indah, hingga aku tak ingin melenyapkannya. Biarlah ku perilahara harapan itu. Akan ku jaga selalu dalam hatiku. Aku beranjak dari tempat tidurku. Segera ku ambil air wudhu untuk menjalankan kewajibanku. Aku ingin bersyukur atas hidup yang telah diberikan olehNya padaku. Kehidupan yang begitu indah. Indah karena terisi oleh cinta. Cinta yang tak pernah pudar terhapus waktu. Ku buka jendela kamarku,